
Share this content:
Sejarah Kerupuk Kemplang telah ada dan diwariskan secara turun-temurun. Kerupuk ini menjadi camilan ringan khas pesisir selatan Sumatera. Meliputi daerah Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Lampung. Makanan yang berasal dari ikan ini sangat cocok untuk semua lidah.
Dahulu cemilan ini terbuat dari ikan Belida, yang merupakan ikon kota Palembang. Saat ini populasi ikan ini mulai jarang, sehingga diganti oleh ikan jenis lainnya, seperti gabus dan tenggiri. Bahkan pada beberapa daerah ada juga yang menggunakan cumi atau udang.
Nama Kemplang diambil dari dialek lokal Melayu Selatan, Kemplang dapat diartikan memukul. Proses pembuatan camilan yang berasal dari campuran ikan dan tepung tapioka ini, harus dengan dipukul. Adonan yang telah siap, di bentuk bulat gepeng lalu di pukul-pukul untuk meratakannya.
Ada juga yang menyebutnya dengan kelempang atau kelempelang. Hal ini karena bentuknya yang bulat saat dibakar ataupun digoreng dan akan menjadi lebar atau besar. Pengucapannya hampir sama, tapi kedua kata ini mempunyai arti yang berbeda.
Nama kemplang karena cara pembuatannya, sedangkan Kelempang karena bentuk makannya. Keduanya menjadi bagian warisan budaya lokal.
Panganan khas ini masih bertahan hingga kini. Cita rasa panganan ini hampir menyerupai empek-empek, karena adonan yang digunakan hampir mirip.
Sejarah kerupuk kemplang akan membawa kita kembali ke abad 16. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II. Pada masa itu, banyak pedagang Tionghoa masuk ke Palembang, membawa masakan tradisionalnya.
Makanan ini kemudian berkembang mengikuti cita rasa lokal, sehingga lahirlah jenis makanan baru, salah satunya kerupuk Kemplang.
Sejak dahulu kemplang dibuat sebagai industri rumahan. Adonan yang terdiri dari tepung dan daging ikan dicampur menggunakan tangan. Adonan kemudian diuleni di sebuah meja kayu yang rata. Lalu dengan menggunakan kayu panjang, adonan di ‘kemplang’ agar pipih. Setelah itu dikukus dalam sebuah kuali besar ditutupi dandang khusus.
Setelah matang, kerupuk yang masih basah disusun di atas papan penjemur. Proses penjemuran di bawah sinar matahari, hingga adonan kering. Kadang proses ini membutuhkan waktu berhari-hari.
Teknik memasak yang unik menjadi bagian sejarah Kerupuk Kemplang
Zaman dahulu memasak masih menggunakan tungku atau bara api. Begitu juga dengan camilan ini. Kerupuk yang sudah kering dibakar satu persatu di atas bara api atau pasir panas. Cara unik ini memberikan aroma yang khas. Penggunaan pasir yang bersih dan hawa panas dari api, dapat membunuh kuman dan bibit penyakit.
Panganan ini sejak dulu sudah menjadi camilan sehari-hari. Menikmatinya biasanya menggunakan sambal khusus. Bukan sambal terasi yang berwarna hitam, tetapi sambal cair dengan warna kemerahan dan aroma yang segar.
Sambal pedas menjadi bagian sejarah kerupuk kemplang. Sambal yang dibuat mendadak, tanpa bahan pengawet. Memberikan sensasi rasa pedas dan segar saat dinikmati bersama kerupuk.
Cita rasa kerupuk Kemplang dan sambalnya yang khas, masih bisa kita nikmati hingga saat ini. Walaupun berbagai cara modern digunakan, tetapi semua itu tidak mengurangi kenikmatannya.
Pada acara Asean Games, panganan ini menjadi salah satu kuliner favorit para atlet dan tamu dari negara asing. Keunikan cara membuatnya, serta rasa dan aroma yang tidak biasa, menjadikan makanan ini sesuatu yang berbeda buat mereka.
Kuliner khas Palembang ini sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Jika tertarik mencicipinya, silahkan berkunjung ke Palembang. Lalu ceritakan pada dunia. Sebagai cara melestarikan Sejarah Kerupuk Kemplang.